Jumat, 17 Mei 2013

Yang Kaya Yang berkuasa


Nama: Siti sarini
Nim:  1002055177
Kelas: ilmu komunikasi B non reguler


Gelombang frekuensi merupakan salah satu sumber dimiliki negara yang sangat potensial, namun bagaimana jika    gelombang frekuensi tersebut di kongolomerasi sejumlah pemilik modal yang mempunyai kepentingan tertentu dan  gelombang frekuensi tersebut digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan segelintir pemilik modal tersebut?
Setelah era reformasi, konglomerasi menjadi corak industry media di indonesia. Pola tersebut terus berkembang dan seolah dilanggengkan sebagai sistem yang menjadi pedoman  untuk  menjalankan bisnis media di indonesia.
Ribuan media dengan aneka format  baik itu cetak, elektronik, ataupun online yang diserap oleh seluruh rakyat indonesia setiap harinya hanya dikendalikan oleh 12 group saja, dimana dari para pemiliknya masing-masing memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri yang kerap membanjiri pemberitaan-pemeritaan di televisi maupun media lain yang mereka miliki.mereka membuat berita dan memberitakan sesuai apa yang mereka inginkan
Frekuensi sebagai kekayaan udara yang  yang jarang dibicarakan, di eksploitasi sedemikian rupa  oleh para pemilik media digunakan untuk kepentingan ekonomi dan politik para pemiliknya tanpa memikirkan kepentingan publik.
Jika dulu pers “ dibungkam” sekarang pers bisa dibeli mungkin itu sedikit ungkapan yang tersirat dari film dokumenter “Di Balik Frekuensi”, bagaimana tidak ketika para jurnalis dibungkam dan berita yang dibuat sesuai selera para pemilik media maka hal ini sama saja seperti mata yang terbuka tapi tidak bisa melihat, melihat kebenaran yang sebenarnya ada.
Seperti kasus luviana seorang jurnalis metro tv yang mempertanyakan sistem manajemen yang tak berpihak pada pada pekerja dan mengkritisi newsroom tiba-tiba saja di non job kan lalu kemudian di PHK secara sepihak, lalu kemudian kasus heri suwandi korban lumpur lapindo yang berjalan kaki hampir sebulan dari porong sidoarjo menuju kejakarta untuk mencari keadilan namun tiba-tiba muncul di tv one untuk meminta maaf kepada Abu rizal bakrie sebagai pemilik tv one, dengan melihat kasus seperti ini media indonesia memang dalam keadaan “ sakit”.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ke independenan media patut dipertanyakan, sebab realita yang terjadi saat ini bahwa media dibuat dan diberitakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan pemiliknya bukan lagi berdasarkan kepentingan publik. Kata independen hanya retorika dan hanya teori saja, faktanya siapa yang kaya dia yang berkuasa.
Jika dikaji secara teoritis maka kasus seperti masuk dalam teori ekonomi politik media, teori ini mengkaji kontrol elit dari institusi ekonomi seperti perbankan, penyedia pasar dan kemudian mencoba menunjukkan kontrol tersebut ke berbagai institusi sosila lainnya termasuk juga media massa, dimana para elit tersebut mengharapkan media institusi ini dapat membentuk media sesuai dengan kepentingan dan tujuan mereka.
Dari hal diatas dapat kita simpulkan bahwa media itu ada karena adanyanya kepentingan segelintir orang yang ingin mencapai tujuan tertentu,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar